DEWAN Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar dialog publik di ruang rapat utama gedung rektorat Universitas Bengkulu, Selasa (17/5/2016). Dalam forum akademis ini, DPD RI menyampaikan dukungan dan akan mendorong agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan menjadi Undang-undang.
“Tidak bisa ditawar-tawar lagi, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus segera dituntaskan,” ujar Wakil Ketua DPD RI, GKR Hemas, ketika menyampaikan materi diskusi di hadapan para dosen UNIB, ratusan mahasiswa dan pelajar se Kota Bengkulu.
Dijelaskan GKR Hemas, DPD RI akan turut secara aktif memastikan RUU ini dapat memberikan jaminan perlindungan bagi korban dan keluarganya serta menjadi hukum formal yang dapat membuat pelaku atau calon-calon pelaku berpikir ulang serta mengurungkan niatnya sebelum melakukan kekerasan dengan membuat hukuman kekerasan seksual jauh lebih berat dari yang selama ini berlaku.
Darurat kekerasan seksual pada perempuan dan anak menurut GKR Hemas sudah digaungkan sejak tahun 2015 setelah melihat dalam lima tahun terakhir angka kekerasan terus meningkat.
Data dari Komnas Perlindungan Perempuan (Catatah Akhir Tahun 2015) menunjukkan dari kasus kekerasan yang dialami perempuan, 56 persen adalah kasus kekerasan seksual. Begitupun data Komnas Perlindungan Anak Indonesia (Rilis akhir tahun 2015), dari kasus kekerasan yang diderita anak, 58 persen diantaranya adalah kekerasan seksual.
Beberapa minggu terakhir kita kembali dikejutkan dengan nasib tragis yang dialami Yuyun, anak perempuan yang duduk di SMP Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, yang barus berusia 14 tahun harus kehilangan nyawa karena diperkosa secara sadis oleh 14 orang yang 7 orang diantaranya adalah anak-anak.
“Ini momentum bagi kita semua untuk bertindak serius dan tegas dalam memerangi dan mengeleminasi kekerasan seksual dan kekerasan pada anak. Kasus Yuyun semoga menjadi kasus terakhir. Cukup sudah Bangsa ini kehilangan generasi-generasi muda yang berbakat akibat tindak kejahatan kekerasan seksual,” tegas GKR Hemas.
Ketua Komnas Perempuan, Azriana pada dialog publik itu turut prihatin dengan kasus Yuyun dan meningkatnya kasus kekerasan seksual di Indonesia. Dia pun meminta seluruh stakeholder untuk mendukung dan mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang digagas pihaknya bersama para tim ahli.
“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) sebagai terobosan, harus jadi perioritas Negara,” ujarnya.
Dijelaskan Azriana, ada beberapa poin penting yang menjadi alasan RUU PKS harus segera disahkan, antara lain, RUU ini mengatur lebih detil mengenai bentuk-bentuk kasus kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan prostitusi, penyiksaan seksual dan perbudakan seksual.
Kemudian dari sisi penghukuman, RUU PKS mengadopsi bentuk pemidanaan yang beragam dan memiliki gradasi dari setiap bentuk kekerasan seksual, meliputi pemasyarakatan, rehabilitasi terhadap pelaku di bawah umur, dan restitusi terhadap korban yang dibebankan kepada pelaku atau Negara.
“RUU PKS memiliki prinsip penghukuman yang mendidik, menjerakan, manusiawi dan tidak merendahkan martabat, juga memenuhi rasa keadilan korban,” paparnya.
RUU PKS juga bersandar pada hak korban yang meliputi mekanisme pencegahan, penanganan, perlindungan pengadilan dan pemulihan secara komprehensif. Misalnya, dari sisi penanganan, RUU PKS mencantumkan adanya pendampingan psikis, hukum, ekonomi dan social.
Selain itu, perubahan dalam hukum acara memudahkan dan memberikan akses keadilan bagi korban dengan mengidentifikasi kebutuhan korban sejak pelaporan. Korban juga dilindungi oleh system pelayanan yang terkoordinasi di tingkat medis, psikis, dan hukum, demikian Azrina.
Selain Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas dan Ketua Komnas Perempuan Azriana, dialog publik ini juga menghadirkan tiga pembicara berkompeten lainnya yaitu Budiharjo selaku Komisioner Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Budiharso selaku Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bengkulu, serta Pengamat Sosial yang juga dosen FISIP UNIB Titiek Kartika.
Anggota DPD RI asal pemilihan daerah Bengkulu, H. Mohammad Saleh selaku inisiator kegiatan ini berharap melalui publik ini dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan serta pengkayaan ilmu bagi mahasiswa UNIB. “Acara ini juga sebagai ajang berbagi informasi, saling bertukar pikiran bagi kita semua dalam menyikapi fenomena yang terjadi,” ujarnya.
Sementara Rektor UNIB Dr. Ridwan Nurazi, M.Sc dalam sambutannya mengucapkan terimakasih kepada DPD RI yang telah menggandeng UNIB untuk melaksanakan kegiatan diskusi yang mengangkat persoalan sangat penting ini.
“Ini merupakan bentuk implementasi kontribusi kita semua dalam menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik ke depan. Semoga dengan diskusi ini kita semua mendapat pencerahan dan bisa berbuat yang terbaik untuk mengatasi kasus-kasus kekerasan pada anak dan kekerasan seksual,” ujar Rektor seraya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah mensukseskan kegiatan ini.[Penulis : Purna Herawan. Foto : Ngamarudin]