TIM peneliti Universitas Bengkulu merampungkan digitalisasi empat aksara ulu atau aksara kuno kaganga milik empat suku asli Provinsi Bengkulu, yakni suku Lembak, Rejang, Pasemah dan Serawai. Demikian diungkapkan Ketua Lembaga Penelitian Unib, Sawrit Sarwono, sebagaimana dilansir LKBN ANTARA, Jumat (29/11).
"Disebut aksara ulu oleh masyarakat, atau aksara kuno yang berhasil kami digitalisasi dan sudah rampung," ujarnya.
Sarwit mengatakan naskah-naskah kuno berbahasa daerah setempat yang tertulis dalam aksara kaganga juga disebut Naskah Ulu atau Surat Ulu.
Selain sudah bisa diaplikasikan dalam huruf atau "font" di komputer, pihaknya juga tengah merancang agar dapat ditransliterasi ke perangkat android di telepon seluler.
Penelitian yang dilakukan sejak 2001 berbuah manis dimana telah diaplikasikan dalam huruf komputer minimal berbasis sistem operasi "Windows XP" dan aplikasi "Microsoft Word". "Kalau tampilan dalam komputer kita pakai 'times new roman' atau 'tahoma', maka dalam aplikasi ini menyajikan jenis huruf atau fon Ka Ga Nga," katanya.
Sarwit mengatakan aplikasi tersebut sudah dapat digunakan untuk umum dan 100 persen aksara itu sudah lengkap. Perbedaan empat aksara ulu tersebut, terletak pada sandang atau tanda baca.
Saat ini, tim peneliti bekerjasama dengan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Bengkulu sedang menyiasati penggunaan font Ka Ga Nga di perangkat telepon pintar berbasis android. "Formulasi aplikasinya masih dalam proses pengkajian dan uji coba," ujarnya.
Lebih lanjut, tim peneliti sudah mengajukan Hak Kekayaan Intelektual atas aplikasi digitalisasi itu ke Kementerian Hukum dan HAM. "Kami juga sedang merumuskan dalam bentuk buku belajar bagi siswa tingkat SMA," katanya.
Aksara kaganga merupakan aksara yang tergabung dalam rumpun Austronesia. Ia berkerabat dengan aksara Batak dan Bugis. Itu sebabnya bentuk kaganga yang seperti paku runcing mirip aksara Batak, Bugis, atau Lampung. [hms1/ant]